Senin, 18 November 2013
Komentar Senda pada artikel Media Indonesia tentang dunia perbukuan
Permasalahan membaca adalah sebuah permasalahan yang pelik yang mau tidak mau harus menjadi tanggung jawab kita bersama. Saya sendiri melihat masalah membaca terletak pada tidak ada kesadaran masyarakat menjadikan bacaan sebagai sebuah kebutuhan, dan media elektronik yang mendidik masyarakat untuk berpikir demikian.
Kita bisa lihat media-media elektronik menampilkan budaya hedonis dan konsumtif sebagai bagian dari kehidupan, padahal itu tidak menginterprestasikan bahwa itu adalah benar budaya dari kita. Sehingga dalam wajar saja pemikiran masyarakat akan sebuah bacaan sangat rendah.
Yang kedua masalah pendidikan, jujur saja pendidikan di Indonesia tidak merubah pola pikir membaca adalah kebutuhan. Saya masih ingat ketika saya sekolah dahulu, guru-guru tidak pernah mewajibkan baca sebelum memberikan pelajaran. Para murid didikte dalam pelajaran dengan dicekoki pemikiran-pemikiran oleh sang guru. Mereka tidak dibiarkan mencari ilmu tersebut, sehingga kegiatan membacapun hanya dijadikan sebagai pelengkap pelajaran bukan kebutuhan.
Permasalahan kedua adalah buku-buku di Indonesia tidaklah murah karena sistem distribusi ke toko-toko buku besar di Indonesia tidak mendukung adanya buku murah. Bayangkan saja, untuk memasukkan buku kita ke sebuah toko buku besar, kita harus siap memberikan discount pada mereka sebesar 50%, sebuah angka yang fantastis dan cukup tinggi yang membuat para penerbit kecil enggan memasang buku mereka di display toko buku besar. Karena hal inilah harga buku di Indonesia cukup mahal, belum lagi ditambah ongkos produksi pasca BBM naik, membuat cost produksi menjadi naik. Maka tidak heran, kalau buku bagi sebagian orang dijadikan barang mewah.
Permasalahan ketiga yang menjadi permasalahan kenapa masyarakat kita tidak senang membaca adalah masyarakat lebih senang budaya lisan adalah benar adanya, namun sebenarnya ini tidak akan terjadi jika sistem pendidikan kita membudayakan penulisan. Jujur saja budaya menulis di Indonesia tidak sehebat budaya menulis di luar negeri, frekuensi lomba menulis tidak sebanyak lomba pencarian bakat semisal menyanyi atau band. Kalaupun ada peserta yang ikut, jumlahnya tidak sefantastis ajang pencarian bakat, jadi wajar saja jika dunia penulisan di Indonesia tidak berkembang dengan baik. Nah kalau dunia penulisan saja tidak berkembang jangan harap dunia membaca bisa berkembang dengan baik.
Permasalahan yang ke empat dalam rendahnya budaya baca kita adalah bahasa dalam buku tidak bisa dimengerti semua oleh masyarakat kita. Buku-buku yang disajikan di Indonesia saat ini tidak mengakomodir bahasa universal di Indonesia, bahkan cenderung kebarat-baratan. Gambarannya sudah jelas karena banyak buku yang mengambil istilah-istilah asing tanpa pemberian keterangan istilah tersebut, sehingga buat kalangan tertentu membuat mereka sulit untuk mengerti buku itu berbicara untuk siapa dan untuk apa.
Semua itu adalah permasalahan krusial yang harus dibenahi satu persatu. Kita tidak bisa mengharapkan perubahan pola prilaku membaca hanya dengan memberikan opini saja, semua membutuhkan tindakan nyata untuk menyelesaikan. Jadilah bagian dari tindakan nyata itu sesuai dengan keahlian kita, karena dengan kita bertindak perubahan akan terjadi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar